Jepang mengembangkan teknologi untuk membaca dan merekam mimpi,

p4c5 Avatar
Jepang mengembangkan teknologi untuk membaca dan merekam mimpi,

Pengembangan teknologi untuk merekam dan memutar ulang mimpi seperti film, yang memungkinkan pemimpi menghidupkan kembali fantasi tidur terliar dan mimpi buruk mereka, tampak seperti fiksi ilmiah. Namun pada tahun 2013, berita tentang eksperimen yang setidaknya sebagian memvalidasi gagasan tersebut menjadi berita utama di berbagai media, termasuk The Verge, NPR, dan BBC.

Berita tersebut muncul kembali lebih dari satu dekade kemudian, meskipun dalam bentuk yang agak dibesar-besarkan, ketika sebuah meme dibagikan ke Facebook pada tanggal 15 Januari 2024, mengklaim hal berikut:

Memang benar bahwa pada tahun 2013, penelitian Jepang mengembangkan teknologi untuk “membaca” dan “merekam” mimpi, tetapi rekaman tersebut tidak “seperti film,” seperti yang diklaim oleh beberapa posting media sosial. Karena itu, kami menilai klaim ini sebagai Campuran.

Dalam jurnal Science yang telah melalui peninjauan sejawat, para peneliti Jepang tersebut menjelaskan sebuah metode perekaman mimpi dengan menggunakan pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI), sebuah teknik noninvasif yang menurut University of California, San Diego, digunakan untuk mengukur dan memetakan aktivitas otak.

“Pendekatan decoding neural” ini menggunakan model pembelajaran mesin yang akan mencocokkan pola aktivitas otak tertentu dengan objek tertentu, baik saat subjek uji terjaga maupun tertidur.

Bermimpi sering kali, meskipun tidak selalu, dikaitkan dengan pengalaman visual. Namun, apakah otak kita berperilaku dengan cara yang sama saat kita melihat sesuatu saat terjaga seperti saat kita tertidur? Untuk mengetahuinya, para peneliti merekam aktivitas otak dari tiga subjek uji – ukuran sampel yang relatif kecil – saat subjek diperlihatkan berbagai objek saat terjaga.

Selain fMRI, para ilmuwan melengkapi subjek uji ini dengan elektroensefalogram (EEG), sebuah tes yang menurut Mayo Clinic merupakan metode untuk mengukur aktivitas listrik di otak menggunakan cakram logam kecil (elektroda) yang dipasang di kepala. Peserta kemudian diminta untuk tertidur dan dibangunkan segera setelah EEG mendeteksi aktivitas otak yang menunjukkan bahwa mereka sedang bermimpi.

Ilmuwan Jepang telah membuat langkah luar biasa dalam decoding mimpi dengan mengembangkan teknologi yang dapat menginterpretasikan aktivitas otak dan merekonstruksi gambar visual dari mimpi menggunakan pemindaian MRI. Penelitian mutakhir ini bertujuan untuk merekam dan “melihat” mimpi seseorang dengan menganalisis pola aktivitas saraf selama tidur.

Proses ini melibatkan pemantauan aktivitas otak melalui fMRI (Functional Magnetic Resonance Imaging) saat partisipan tertidur atau dalam keadaan imajinasi visual. Ilmuwan kemudian menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk menginterpretasikan dan merekonstruksi pola-pola ini menjadi gambar yang mendekati apa yang diimpikan atau dibayangkan orang tersebut. Pada dasarnya, mereka menghubungkan pengalaman visual dengan aktivitas otak untuk “membaca” apa yang diproses otak selama mimpi.

Penelitian ini dapat memiliki implikasi mendalam untuk memahami otak, kesadaran, dan kondisi seperti gangguan tidur, PTSD, dan bahkan pengambilan memori. Namun, teknologi ini masih dalam tahap awal dan jauh dari sepenuhnya menangkap mimpi dengan akurasi penuh.

Komunitas ilmiah yang lebih luas gembira dengan terobosan ini, meskipun pertimbangan etika, seperti privasi dan masalah membaca pikiran, akan memerlukan perhatian cermat seiring perkembangan teknologi.

Penelitian tentang penggunaan mesin MRI untuk merekam mimpi merupakan lompatan menarik dalam ilmu saraf. Ilmuwan dari Jepang telah mengerjakan teknik yang memanfaatkan Pencitraan Resonansi Magnetik fungsional (fMRI) yang dikombinasikan dengan kecerdasan buatan (AI) untuk menguraikan aktivitas otak dan menerjemahkannya ke dalam representasi visual dari pikiran atau mimpi seseorang.

Berikut adalah uraian yang lebih rinci tentang cara kerjanya:

     

      1. Pemindaian fMRI
        fMRI mengukur aktivitas otak dengan mendeteksi perubahan aliran darah. Ketika neuron di otak aktif, terjadi peningkatan aliran darah kaya oksigen ke wilayah tersebut, yang dapat ditangkap oleh fMRI. Data ini kemudian dianalisis untuk melihat bagian otak mana yang aktif selama kondisi mental tertentu, termasuk tidur atau imajinasi visual.

      1. Penguraian Kode Visual
        Para peneliti menggunakan algoritma pembelajaran mesin untuk menganalisis pemindaian fMRI ini. Selama penelitian, mereka pertama-tama memperlihatkan gambar kepada peserta saat mereka terjaga. Saat peserta melihat gambar tersebut, fMRI menangkap aktivitas otak yang sesuai dengan setiap rangsangan visual.
        Model AI kemudian belajar untuk menghubungkan pola aktivitas otak tertentu dengan gambar yang dilihat. Setelah korelasi ini terbentuk, para ilmuwan menerapkan model yang sama pada aktivitas otak saat partisipan tertidur, mencoba merekonstruksi visual mimpi mereka.

      1. Rekonstruksi Mimpi
        Dengan menerapkan korelasi yang dipelajari ini, AI dapat mencoba untuk “menciptakan kembali” gambar yang selaras dengan pola aktivitas otak selama tidur. Rekonstruksi visual tersebut tidaklah sempurna—cenderung abstrak atau kabur—tetapi memberikan gambaran sekilas tentang apa yang mungkin sedang diimpikan oleh subjek.
        Proses ini berfokus terutama pada korteks visual, wilayah otak yang bertanggung jawab untuk memproses informasi visual, yang sangat aktif selama mimpi dan imajinasi visual.

      1. Aplikasi dan Implikasi
        Penelitian ini dapat merevolusi bidang-bidang seperti psikologi, studi tidur, dan ilmu saraf dengan memberikan wawasan tentang bagaimana ingatan diproses selama tidur dan berpotensi menawarkan terapi baru untuk kondisi kesehatan mental, seperti PTSD atau kecemasan, di mana mimpi buruk memainkan peran penting.
        Dalam jangka panjang, kemampuan untuk menguraikan mimpi bahkan dapat berkontribusi untuk memahami kesadaran dan bagaimana otak menafsirkan pikiran atau imajinasi abstrak selama terjaga dan tidur

      2. Tantangan dan Pertimbangan Etis
        Meskipun teknologi ini menjanjikan, namun belum sepenuhnya berkembang. Hasil decoding mimpi saat ini masih bersifat dasar dan terutama visual. Mimpi adalah pengalaman kompleks yang melibatkan suara, emosi, dan narasi, yang sulit ditangkap menggunakan teknologi fMRI saat ini.
        Ada pula potensi masalah etika, khususnya seputar privasi. Seiring berkembangnya teknologi, muncul pertanyaan tentang apakah pikiran atau mimpi dapat didekode tanpa persetujuan, dilema etika utama dalam penelitian otak.
        Penelitian inovatif ini masih dalam tahap awal, tetapi membuka kemungkinan yang menarik untuk memahami pikiran manusia dan hakikat mimpi. Namun, mungkin perlu waktu bertahun-tahun atau bahkan puluhan tahun sebelum teknologi ini sepenuhnya terwujud dan dapat diterapkan secara luas.