Tren cuci darah pada anak-anak, begini kata IDAI

Khaeruddin Asdar Avatar
Tren cuci darah pada anak-anak, begini kata IDAI

Publik dikejutkan dengan sebuah video yang menarasikan banyak anak-anak yang harus menjalani cuci darah cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG), karena mengalami gagal ginjal. Pasien anak tersebut mengantre cuci darah di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM).

Fenomena pasien anak gagal ginjal seperti Dejavu setahun lalu. Ratusan anak meninggal dunia akibat gagal ginjal akut, karena cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) dalam obat sirup.

Lalu, benarkah gagal ginjal kembali menghantui anak-anak lagi? Berikut ini wawancara khusus, IDN Times dengan Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr. Piprim Basarah Yanuarso pada Jumat, 1 Agustus 2024.

source: brilio.net

Anak kecil cuci darah di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM)?

Sebenarnya RSCM itu ada unit dialisis yang khusus anak-anak, sementara di rumah sakit lain belum tersedia, sehingga memang di unit khusus tersebut pasiennya anak-anak yang mengalami gangguan ginjal terminal dan butuh dilakukan dialisis. 

Secara nasional, tidak dilaporkan lonjakan kasus gagal ginjal secara signifikan seperti tahun lalu, seperti kasus keracunan obat sirup yang mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG). Kasus cuci darah ini sudah biasa dilakukan dan sudah sering terjadi.

Sebetulnya, kalau mau lihat objektif mesti lihat bagaimana laporan para ahli ginjal anak di seluruh Indonesia. Teman-teman di berbagai daerah itu tidak banyak melaporkan lonjakan kasus yang signifikan sebetulnya untuk kasus cuci darah. Jadi kasusnya sih, ya wajar-wajar saja, hanya kalau di RSCM dikumpulkan ya kelihatan jadi banyak

Apa Penyebabnya ?

Ada beberapa penyebab, yang pertama adalah gagal ginjal terminal, kelainan bawaan pada ginjal dan saluran kemih. Dari data yang ada pada kasus cuci darah itu sekitar sepertiganya karena kelainan bawaan ginjal .

Pada kasus ini anak-anak tersebut sudah sejak lahir mempunyai kelainan seperti ginjal kecil, memiliki kista. Jadi anak usia ini ya wajar anak usia balita sudah cuci darah. Penyebab gagal ginjal yang sering ditemui pada anak yaitu kelainan bawaan berupa bentuk atau fungsi ginjal tidak normal. Banyak pasien sering mengalami sindrom nefrotik. Sindrom nefrotik adalah gangguan yang membuat ginjal membuang terlalu banyak protein dari darah dan mengeluarkannya ke urine.

Kemudian, penyebab lain adalah lupus sistemik biasanya perempuan yang remaja yang bisa mengenai ginjal yang berujung cuci darah. 

Kemudian masalah gaya hidup yang tidak sehat. Obesitas bisa menyebabkan sindrom metabolik, inflamasi derajat rendah yang berlangsung secara kronis dan tingginya reactive oxygen species. Belum lagi ditambah hipertensi, kondisi obesitas bisa merusak ginjal, lama-kelamaan merusak ginjal hingga perlu dilakukan cuci darah.

Penyebab lain seperti kelainan bentuk berupa ginjal polikistik yang terjadi akibat ginjal berisi banyak kista. Kondisi ini dapat muncul beberapa saat setelah lahir sehingga anak berpotensi alami gagal ginjal pada usia balita. Anak yang lahir hanya dengan satu ginjal ataupun ginjal lainnya berukuran kecil dan bermasalah, lanjut Eka, juga dapat mengalami gagal ginjal saat beranjak dewasa. Selain itu, anak berusia 5 sampai 18 tahun sering menjalani cuci darah karena menderita glomerulonefritis (peradangan bagian glomerulus), tidak respons terhadap obat-obatan, dan lupus yang memengaruhi ginjal.

Peran Orang Tua ?

Tugas orang tua adalah mengenali dini mungkin ke dokter sesuai tata laksana, jangan sampai anak di buatkan gagal ginjal akut dan alami keracunan uremi dan bisa meninggal yang seharusnya bisa dikenali dengan baik

Bagaimana mengetahui ginjal anak masih sehat?

Orangtua harus tahu tanda-tanda ginjal dan saluran kemih yang sehat, misalnya, jumlah urinenya bisanya untuk penyakit yang kronik patokannya sederhana, yakni buku KIA. Orangtua bisa melihat kurva pertumbuhan anak, panjang badannya, berat badannya, itu parameter awal untuk orangtua mengenali pertumbuhan anaknya. 

Temuan IDAI berapa persen anak yang alami gagal ginjal

Berdasarkan survei IDAI, 1 dari 5 anak usia 12 sampai 18 tahun urinenya mengandung hematuria atau proteinuria, sebagai gejala awal gagal ginjal. Bahkan, survei terbaru dari 400-an anak di Jakarta sebanyak 23 persen proteinnya positif.

Pakar ginjal melakukan survei remaja usia 12 sampai 18 tahun di Jakarta terhadap 400-an anak ternyata ada sekitar 23 persen yang proteinnya positif, dan sekitar 20 persen yang ada di dalam darah samar dalam urinenya ada darahnya.

Mirisnya, gejala awal tersebut ternyata tidak dirasakan anak-anak meski urinenya terdapat darah. Padahal, kondisi ini tidak normal.

Gaya hidup anak dan remaja saat ini memang butuh perhatian. Jangan sampai perubahan gaya hidup menimbulkan gangguan ginjal tahap awal seperti gemar mengonsumsi minuman manis dan kopi kekinian.

Kalau kita ke minimarket itu kan di lemari pendingin semua minumannya manis dan mengandung pemanis, itu biasanya jadi tinggi f yang tinggi fruktosa menyebabkan penyakit metabolik dalam tubuh anak

Anak cuci darah bisa sembuh ?

Eka menurutkan, anak dengan fungsi ginjal yang belum turun hingga 15 persen maka belum perlu cuci darah dan baru akan menjalani terapi lebih dulu. Namun jika fungsi ginjalnya turun, pasien anak akan menjalani prosedur dialisis berupa hemodialisis atau cuci darah dengan mesin, Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) atau dialisis lewat perut, serta transplantasi ginjal. Eka menyebutkan, anak dapat menjalani cuci darah karena menderita gagal ginjal kronis atau gagal ginjal akut.

“Pada pasien gagal ginjal akut, anak bisa kembali normal. Pasien yang sudah menjalani terapi dan cuci darah, saat ini mereka sudah sehat dan tidak perlu menjalani cuci darah,” jelasnya. Gagal ginjal akut merupakan kerusakan ginjal dalam waktu tiba-tiba atau cepat. Penyebabnya seperti infeksi atau tubuh kehilangan cairan dalam waktu cepat. Kondisi ini dapat disembuhkan hingga normal jika penyebabnya diatasi. Meski begitu, lanjut Eka, ada pasien anak gagal ginjal akut yang tetap perlu menjalani cuci darah dalam jangka waktu panjang.

Sebaliknya, dia menambahkan, pasien anak dengan gagal ginjal kronis yang penyebabnya permanen seperti kelainan bawaan maka perlu menjalani prosedur cuci darah atau dialisis lainnya secara rutin. “Pasien gagal ginjal kronis karena kelainan bawaan yang tidak merespons obat atau ginjalnya mengecil tidak bisa lagi kembali normal (sehingga harus rutin menjalani dialisis) atau lebih baik lagi perlu transplantasi ginjal untuk memperbaiki kualitas hidupnya,” jelasnya.

source: kompas.com, idntime.com